TAHAPAN
DALAM PENERAPAN HACCP
Penerapan
prinsip-prinsip HACCP terdiri dari tugas-tugas atau tahapan tahapan sebagai
berikut:
Tahap
1. Pembentukan tim HACCP
Operasi pangan harus menjamin bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik
produk tertentu tersedia untuk pengembangan rencana HACCP yang efektif. Secara
optimal, hal tersebut dapat dicapai dengan pembentukan sebuah tim dari berbagai
disiplin ilmu. Apabila beberapa keahlian tidak tersedia, diperlukan konsultan
dari pihak luar. Adapun lingkup dari program HACCP harus diidentifikasi.
Lingkup tersebut harus menggambarkan segmen-segmen mana saja dari rantai pangan
tersebut yang terlibat dan penjenjangan secara umum bahaya-bahaya yang dimaksudkan
(yaitu meliputi semua jenjang bahaya atau hanya jenjang tertentu).
1)
Mendefinisikan dan mendokumentasi kebijakan keamanan pangan
Meskipun hal ini mungkin tidak secara eksplisit disyaratkan oleh Codex, namun tahap ini sangat disarankan sehingga pihak manajemen perusahaan dapat menunjukkan komitmennya terhadap keamanan pangan dan pengembangan sistem HACCP.
Meskipun hal ini mungkin tidak secara eksplisit disyaratkan oleh Codex, namun tahap ini sangat disarankan sehingga pihak manajemen perusahaan dapat menunjukkan komitmennya terhadap keamanan pangan dan pengembangan sistem HACCP.
2)
Mendefinisikan lingkup rencana HACCP. Lingkup rencana HACCP (atau
bidang yang akan dipelajari) harus didefinisikan sebelumnya sebelum memulai
studi HACCP.
3)
Menyusun tim HACCP
Tim ini harus dipilih oleh pihak manajemen (komitmen pihak manajemen
adalah syarat paling awal yang harus ada untuk mensukseskan studi).
Perencanaan, organisasi dan identifikasi sumber-sumber daya yang penting adalah
tiga kondisi yang penting untuk penerapan metode HACCP yang berhasil.
Tahap 2. Deskripsi produk
Penjelasan lengkap dari produk harus dibuat termasuk informasi mengenai
komposisi, struktur fisika/kimia (termasuk Aw, pH, dan lainlain),
perlakuan-perlakuan mikrosidal/statis (seperti perlakuan pemanasan, pembekuan,
penggaraman, pengasapan, dan lain-lain), pengemasan, kondisi penyimpanan dan
daya tahan serta metoda pendistribusiannya. Menurut Codex Alimentarius
deskripsi produk ini berhubungan dengan prioritas produk akhir.
Deskripsi produk akan
menjelaskan :
·
Karakteristik umum (komposisi, volume, struktur, dan seterusnya)
·
Struktur fisikokimia (pH, aktivitas air, jumlah dan jenis kurator,
atmosfir termodifikasi)
·
Bahan pengemas dan cara pengemasan
·
Kondisi penyimpanan, informasi tentang pelabelan, instruksi untuk
pengawetan (suhu, batas umur simpan) dan penggunaannya
·
Kondisi distribusi
·
Kondisi penggunaan oleh konsumen
Tahap 3. Identifikasi
rencana penggunaan
Rencana penggunaan harus didasarkan pada kegunaan-kegunaan yang diharapkan
dari produk oleh pengguna produk atau konsumen. Dalam hal-hal tertentu,
kelompok-kelompok populasi yang rentan, seperti yang menerima pangan dari
institusi, mungkin perlu dipertimbangkan.
Rencana penggunaan ini mempunyai tujuan :
Rencana penggunaan ini mempunyai tujuan :
1)
Untuk mendaftar :
· umur
simpan yang diharapkan
· penggunaan
produk secara normal
· petunjuk
penggunaan
· penyimpangan
yang dapat diduga dan masih masuk akal
· Kelompok
konsumen yang akan menggunakan produk tersebut
· Populasi
konsumen yang mungkin sensitif terhadap produk tersebut misalnya lansia, orang
sakit, bayi, wanita hamil, orang yang mengalami masalah dengan kekebalan tubuh,
dan sebagainya
2)
Untuk menentukan konsistensi petunjuk penggunaan dengan kondisi penggunaan
yang sesungguhnya; yaitu memverifikasi keterandalan informasi dan menerapkan
rencana percobaan (pengujian, pengukuran, jajak pendapat dan sebagainya).
3)
Untuk memastikan bahwa petunjuk pelabelan produk akhir sesuai dengan
peraturan yang dibuat
4)
Jika perlu, untuk mengusulkan modifikasi petunjuk penggunaan, bahkan
produk atau proses yang baru untuk menjamin keamanan konsumen.
Tahap 4. Penyusunan
bagan alir
Bagan alir harus disusun oleh tim HACCP. Dalam diagram alir harus memuat
semua tahapan dalam operasional produksi. Bila HACCP diterapkan pada suatu
operasi tertentu, maka harus dipertimbangkan tahapan sebelum dan sesudah
operasi tersebut.
1)
Menyiapkan Diagram Alir yang Rinci
Diagram alir harus mencakup seluruh tahapan dalam operasi produk yang
telah ditentukan dalam studi (lingkup rencana HACCP). Sebuah diagram alir
adalan penyajian yang mewakili tahapan-tahapan operasi yang saling
berkesinambungan. Diagram alir proses akan mengidentifikasi tahapan-tahapan
proses yang penting (dari penerimaan hingga perjalanan akhir produk yang sedang
dipelajari. Rincian yang tersedia harus cukup rinci dan berguna untuk tahapan analisis
potensi bahaya, namun harus ada kesetimbangan antara keinginan untuk
mencantumkan terlalu banyak tahapan dan keinginan untuk menyederhanakan secara
berlebihan sehingga rencana yang dihasilkan menjadi kurang akurat dan kurang
dapat diandalkan.
2)
Penyiapan Skema Pabrik
Sebuah skema pabrik harus dibuat untuk menggambarkan aliran produk
dan lalu lintas pekerja untuk memproduksi produk yang sedang dipelajari.
Diagram tersebut harus berisi aliran seluruh bahan baku dan bahan pengemas
mulai dari saat bahan-bahan tersebut diterima, disimpan, disiapkan, diolah dikemas/digunakan untuk mengemas, disimpan
kembali hingga didistribusikan. Diagram alir pekerja harus menggambarkan
pergerekan pekerja di dalam pabrik termasuk ruang ganti, ruang cuci dan ruang
makan siang. Lokasi tempat cuci tangan dan cuci kaki (jika ada) juga harus
dicatat. Skema ini harus dapat membantu mengidentifikasi wilayah yang memungkinkan
terjadinya kontaminasi silang di dalam proses
produksi.
produksi.
Tahap 5. Konfirmasi Bagan Alir di Lapangan
Tim HACCP sebagai penyusun bagan alir harus mengkonfirmasikan operasional produksi dengan semua tahapan dan jam operasi serta bilamana perlu mengadakan perubahan bagan alir. Tujuannya adalah memvalidasi asumsi-asumsi yang dibuat berdasarkan tahapan-tahapan proses serta pergerakan produk dan pekerja di lokasi pengolahan pangan. Seluruh anggota tim HACCP harus dilibatkan. Proses verifikasi tahap ini harus diprioritaskan pada tinjauan tentang proses yang dilakukan di pabrik pada waktu-waktu yang berbeda pada saat operasi, termasuk pada shift yang berbeda (bila ada). Pada shift yang berbeda bisa terjadi perbedaan-perbedaan.
Selain itu, pada saat
yang sama disarankan juga untuk :
· Meninjau sistem pengawasan dan prosedur
pencatatan (keberadaan, dan ketersediaannya untuk digunakan oleh petugas yang
berwenang, pendistribusian kembali, peralatan yang digunakan. Kalibrasi
peralatan untuk pengukuran, dan sebagainya).
· Menguji bagaimana operator memahami dan
menerapkan prosedur tertulis dan mengoperasikannya termasuk mengawasi dan
melakukan prosedur penyimpanan catatan.
· Meninjau penerapan program-program yang
disyaratkan sebelumnya.
Tahap 6. Pencatatan semua bahaya potensial yang berkaitan dengan setiap tahapan, pengadaan suatu analisa bahaya dan menyarankan berbagai pengukuran untuk mengendalikan bahaya-bahaya yang teridentifikasi (lihat Prinsip 1)
Tim HACCP harus membuat daftar bahaya yang mungkin terdapat pada tiap
tahapan dari produksi utama, pengolahan, manufaktur dan distribusihingga sampai
pada titik konsumen saat konsumsi. Tim HACCP harus mengadakan analisis bahaya
untuk mengidentifikasi program HACCP di mana bahaya yang terdapat secara alami,
karena sifatnya mutlak harus ditiadakan atau dikurangi hingga batas-batas yang
dapat diterima, sehingga produksi pangan tersebut dinyatakan aman. Dalam
mengadakan analisis bahaya, apabila mungkin seyogyanya dicakup hal-hal sebagai
berikut :
· kemungkinan timbulnya bahaya dan pengaruh
yang merugikan terhadap kesehatan;
· evaluasi secara kualitatif dan/atau
kuantitatif dari keberadaan bahaya;
· perkembangbiakan dan daya tahan hidup
mikroorganisme mikroorganisme tertentu;
· produksi terus menerus toksin-toksin pangan,
unsur-unsur fisika dan kimia; dan
· kondisi-kondisi yang memacu keadaan di atas.
Tahap 7. Penentuan TKK (CCP) (lihat Prinsip 2)
1) Definisi CCP (Critical Control Point) atau
titik pengendalian kritis didefinisikan sebagai :
“Sebuah tahapan di mana pengendalian dapat dilakukan dan sangat penting
untuk mencegah atau menghilangkan potensi bahaya terhadap keamanan pangan atau
menguranginya hingga ke tingkat yang dapat diterima.” Dengan kata lain : suatu
CCP adalah suatu titik, prosedur atau tahapan di mana terlewatnya pengendalian
dapat mengakibatkan resiko yang tidak dapat diterima terhadap keamanan produk.
Dengan demikian CCP dapat dan harus diawasi. Hal ini, mengingat bahwa :
“Jika suatu potensi bahaya
telah diidentifikasi pada suatu tahapan di mana pengendalian diperlukan untuk
menjamin keamanan produk, dan tidak ada upaya pengendalian lain yang ada pada
tahapan ini, maka produk atau proses tersebut harus dimodifikasi pada tahapan tersebut
atau pada tahap sebelum atau sesudahnya agar dapat dikendalikan.”
2) Penentuan CCPs
Penentuan CCP dilandaskan pada penilaian tingkat keseriusan dan kecenderungan
kemunculan potensi bahaya serta hal-hal yang dapat dilakukan untuk
menghilangkan, mencegah atau mengurangi potensi bahaya pada suatu tahap pengolahan.
3) Contoh Pohon Keputusan
Pohon keputusan adalah 4 pertanyaan yang disusun berturut-turut dan
dirancang untuk menilai secara obyektif CCP mana yang diperlukan untuk
mengendalikan potensi bahaya yang telah teridentifikasi. Cara penggunaan pohon
keputusan serta pemahaman yang dibuat selama analisis harus dicatat dan
didokumentasikan.
Tahap
8. Penentuan batas-batas kritis (critical limits) pada tiap TKK (CCP)
(lihat Prinsip 3)
Suatu batas kritis didefinisikan sebagai : “Sebuah kriteria yang memisahkan
konsentrasi yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima”. Batas-batas
limit harus ditetapkan secara spesifik dan divalidasi apabila mungkin untuk
setiap TKK. Dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan diuraikan
pada suatu tahap khusus. Kriteria yang seringkali digunakan mencakup
pengukuran-pengukuran terhadap suhu, waktu, tingkat kelembaban, pH, Aw,
keberadaan chlorine, dan parameterparameter sensori seperti kenampakan visual
dan tekstur. Semenjak dipublikasikan pohon keputusan oleh Codex, pohon
keputusan tersebut telah diterapkan secara berulang kali untuk tujuan
pelatihan. Dalam banyak hal, pohon keputusan telah dipergunakan untuk menjelaskan
agar memahami dan diterima akal untuk keperluan menentukan CCP. Hal ini tidak
spesifik untuk semua operasi pangan, sebagai contoh rumah potong hewan. Oleh
karena itu harus dipergunakan yang berkaitan dengan perkiraan yang profesional
serta memodifikasi beberapa kasus. Critis Limits (CLs)/(batas kritis) harus
dispesifikasi dan divalidasi untuk masing-masing CCP. Batas kritis bisa berupa serangkaian faktor
seperti suhu, waktu (waktu minimum paparan), dimensi fisik produk, aktivitas
air, kadar air, pH, klorin yang tersedia, dan sebaginya.
Tahap 9. Penyusunan sistem pemantauan untuk setiap TKK (CCP) (lihat
Prinsip 4)
Pemantauan merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal dari TKK
yang dibandingkan terhadap batas kritisnya. Prosedur pemantauan harus dapat
menemukan kehilangan kendali ada TKK. Selanjutnya pemantauan seyogianya secara
ideal memberi informasi yang tepat waktu untuk mengadakan penyesuaian untuk
memastikan pengendalian proses, sehingga mencegah pelanggaran dari batas
kritis. Di mana mungkin, penyesuaian proses harus dilaksanakan pada saat hasil
pemantauan menunjukkan kecenderungan kearah kehilangan kendali pada suatu TKK. Penyesuaian
seyogianya dilaksanakan sebelum terjadi penyimpangan. Data yang diperoleh dari
pemantauan harus dinilai oleh orang yang diberi tugas, berpengetahuan dan
berwewenang untruk melaksanakan tindakan perbaikan yang diperlukan. Apabila
pemantauan tidak berkesinambungan, maka jumlah atau frekuensi pemantauan harus
cukup untuk menjamin agar TKK terkendali. Sebagian besar prosedur pemantauan
untuk TKK perlu dilaksanakan secara cepat, karena berhubungan dengan proses
yang berjalan dan tidak tersedia waktu lama untuk melaksanakan pengujian
analitis. "Pemantauan adalah pengukuran atau pengawasan yang terjadwal
dari suatu CCP relatif dengan batas kritisnya.”
· Sistem pengawasan harus mampu mendeteksi
seluruh penyimpangan dari pengendalian.
· Pengawasan idealnya harus dapat memberikan
informasi ini tepat pada waktunya agar dapat dilakukan penyesuaian yang perlu
serta tindakan perbaikan bila mana perlu.
· Jika mungkin, penyesuaian proses harus dapat
dibuat ketika proses pengawasan menunjukkan suatu trend yang mengarah pada hilangnya
pengenadalian pada titik-titik kritis, Penyesuaian harus diambil sebelum
terjadi penyimpangan.
· Data yang dihasilkan dari pengawasan harus
diterjemahkan dalam dokumentasi tertutulis dan dievaluasi oleh orang yang
berwenang dan memiliki pengetahuan serta kekuasan untuk melakukan tindakan
perbaikan bilamana perlu.
· Jika pengawasan tidak dilakukan terus
menerus, maka jumlah atau frekuensi pengawasan harus cukup untuk menjamin bahwa
CCP masih di bawah kendali
· Semua catatan dan dokumen yang berhubungan
dengan pengawasan CCP harus ditandatangani oleh orang yang melakukan pengawasan dan oleh petugas peninjau yang
bertanggung jawab dalam perusahaan tersebut.
Tahap 10. Penetapan tindakan perbaikan (lihat Prinsip 5)
Tindakan perbaikan dapat didefinisikan sebagai “Semua tindakan
yang harus diambil ketika hasil pengawasan pada CCP menunjukkan kegagalan pengendalian.”
Tindakan perbaikan yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap TKK dalam
sistem HACCP agar dapat menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan-tindakan
harus memastikan bahwa CCP telah berada di bawah kendali. Tindakan-tindakan
harus mencakup disposisi yang tepat dari produk yang terpengaruh. Penyimpangan
dan prosedur disposisi produk harus didokumentasikan dalam catatan HACCP. Tindakan
perbaikan tertentu harus dikembangkan untuk masing-maisng CCP dalam sistem
HACCP agar dapat mengatasi penyimpangan bilamana ada. Tindakan-tindakan ini
harus dapat menjamin bahwa CCP telah dikendalikan. Tindakan-tindakan yang
dilakukan juga harus melibatkan penyingkiran produk. Penyimpangan dan prosedur
pembuangan produk harus didokumentasikan dalam sistem pencatatan HACCP. Tahapan
yang dibuat harus memungkinkan pendefinisian tindakan yang harus diambil ketika
sistem pengawsan menunjukkan bahwa terjadi pelalaian pelanggaran pengendalian
pada suatu CCP. Catatan yang dibuat harus berisi :
· Sifat penyimpangan
· Penyebab penyimpangan
· Tindakan perbaikan yang dilakukan
· Orang yang bertanggung jawab terhadap
tindakan perbaikan
· Tindakan lain yang dicapai
Tahap 11. Penetapan
prosedur verifikasi (lihat Prinsip 6)
Penetapan prosedur verifikasi, metoda audit dan verifikasi,
prosedur dan pengujian, termasuk pengambilan contoh secara acak dan analisa,
dapat dipergunakan untuk menentukan apakah sistem HACCP bekerja secara benar.
Frekuensi verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan bahwa
sistem HACCP bekerja secara efektif. Contoh kegiatan verifikasi mencakup
sistem HACCP bekerja secara efektif. Contoh kegiatan verifikasi mencakup
· Peninjauan kembali sistem HACCP dan catatannya
· Peninjauan kembali penyimpangan dan
disposisi produk
· Mengkonfirmasi apakah TKK dalam kendali
Tahap 12. Penetapan
dokumentasi dan pencatatan (lihat Prinsip 7)
Pencatatan dan pembukuan yang efisien serta akurat adalah penting dalam penerapan sistem HACCP. Prosedur harus
didokumentasikan. Dokumentasi dan pencatatan harus cukup memadai sesuai sifat
dan besarnya operasi. Prosedur HACCP harus didokumentasikan dan harus sesuai
dengan sifat dan ukuran operasi. Sistem pendokumentasian yang praktis dan tepat
sangatlah penting untuk aplikasi yang efeisien dan penerapan sistem HACCP yang
efektif.
Ada 3 hal yang
termasuk dalam dokumen :
· Semua studi tentang dokumen HACCP yang
berisi rincian tentang pertimbangan ilmiah CCP (titik-titik pengendalian kritis),
batas kritis, sistem pengawasan dan tindakan perbaikan.
· Dokumentasi tentang sistem : prosedur, cara
operasi, instruksi kerja yang mengacu pada setiap titik dalam metode tersebut. Dokumen-dokumen
ini menyusun rencana HACCP.
· Penyimpanan catatan (studi laporan HACCP,
hasil penerapan sistem, pengambilan keputusan) sehingga dapat menggambarkan penerapan
permanen sistem HACCP.
TUGAS ANDA
ADA DALAM VIDIO
BERIKUT INI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar