Selasa, 07 Februari 2017

TAHAPAN PENERAPAN HACCP



TAHAPAN DALAM PENERAPAN HACCP


Penerapan prinsip-prinsip HACCP terdiri dari tugas-tugas atau tahapan tahapan sebagai berikut:

Tahap 1. Pembentukan tim HACCP
Operasi pangan harus menjamin bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik produk tertentu tersedia untuk pengembangan rencana HACCP yang efektif. Secara optimal, hal tersebut dapat dicapai dengan pembentukan sebuah tim dari berbagai disiplin ilmu. Apabila beberapa keahlian tidak tersedia, diperlukan konsultan dari pihak luar. Adapun lingkup dari program HACCP harus diidentifikasi. Lingkup tersebut harus menggambarkan segmen-segmen mana saja dari rantai pangan tersebut yang terlibat dan penjenjangan secara umum bahaya-bahaya yang dimaksudkan (yaitu meliputi semua jenjang bahaya atau hanya jenjang tertentu).
1)        Mendefinisikan dan mendokumentasi kebijakan keamanan pangan
Meskipun hal ini mungkin tidak secara eksplisit disyaratkan oleh Codex, namun tahap ini sangat disarankan sehingga pihak manajemen perusahaan dapat menunjukkan komitmennya terhadap keamanan pangan dan pengembangan sistem HACCP.
2)        Mendefinisikan lingkup rencana HACCP. Lingkup rencana HACCP (atau bidang yang akan dipelajari) harus didefinisikan sebelumnya sebelum memulai studi HACCP.  
3)        Menyusun tim HACCP
Tim ini harus dipilih oleh pihak manajemen (komitmen pihak manajemen adalah syarat paling awal yang harus ada untuk mensukseskan studi). Perencanaan, organisasi dan identifikasi sumber-sumber daya yang penting adalah tiga kondisi yang penting untuk penerapan metode HACCP yang berhasil.

Tahap 2. Deskripsi produk
Penjelasan lengkap dari produk harus dibuat termasuk informasi mengenai komposisi, struktur fisika/kimia (termasuk Aw, pH, dan lainlain), perlakuan-perlakuan mikrosidal/statis (seperti perlakuan pemanasan, pembekuan, penggaraman, pengasapan, dan lain-lain), pengemasan, kondisi penyimpanan dan daya tahan serta metoda pendistribusiannya. Menurut Codex Alimentarius deskripsi produk ini berhubungan dengan prioritas produk akhir.
Deskripsi produk akan menjelaskan :
·           Karakteristik umum (komposisi, volume, struktur, dan seterusnya)
·           Struktur fisikokimia (pH, aktivitas air, jumlah dan jenis kurator, atmosfir termodifikasi)
·           Bahan pengemas dan cara pengemasan
·           Kondisi penyimpanan, informasi tentang pelabelan, instruksi untuk pengawetan (suhu, batas umur simpan) dan penggunaannya
·           Kondisi distribusi
·           Kondisi penggunaan oleh konsumen

Tahap 3. Identifikasi rencana penggunaan
Rencana penggunaan harus didasarkan pada kegunaan-kegunaan yang diharapkan dari produk oleh pengguna produk atau konsumen. Dalam hal-hal tertentu, kelompok-kelompok populasi yang rentan, seperti yang menerima pangan dari institusi, mungkin perlu dipertimbangkan.
Rencana penggunaan ini mempunyai tujuan :
1)        Untuk mendaftar :
·      umur simpan yang diharapkan
·      penggunaan produk secara normal
·      petunjuk penggunaan
·      penyimpangan yang dapat diduga dan masih masuk akal
·      Kelompok konsumen yang akan menggunakan produk tersebut
·      Populasi konsumen yang mungkin sensitif terhadap produk tersebut misalnya lansia, orang sakit, bayi, wanita hamil, orang yang mengalami masalah dengan kekebalan tubuh, dan sebagainya
2)        Untuk menentukan konsistensi petunjuk penggunaan dengan kondisi penggunaan yang sesungguhnya; yaitu memverifikasi keterandalan informasi dan menerapkan rencana percobaan (pengujian, pengukuran, jajak pendapat dan sebagainya).
3)        Untuk memastikan bahwa petunjuk pelabelan produk akhir sesuai dengan peraturan yang dibuat
4)        Jika perlu, untuk mengusulkan modifikasi petunjuk penggunaan, bahkan produk atau proses yang baru untuk menjamin keamanan konsumen.

Tahap 4. Penyusunan bagan alir
Bagan alir harus disusun oleh tim HACCP. Dalam diagram alir harus memuat semua tahapan dalam operasional produksi. Bila HACCP diterapkan pada suatu operasi tertentu, maka harus dipertimbangkan tahapan sebelum dan sesudah operasi tersebut.
1)        Menyiapkan Diagram Alir yang Rinci
Diagram alir harus mencakup seluruh tahapan dalam operasi produk yang telah ditentukan dalam studi (lingkup rencana HACCP). Sebuah diagram alir adalan penyajian yang mewakili tahapan-tahapan operasi yang saling berkesinambungan. Diagram alir proses akan mengidentifikasi tahapan-tahapan proses yang penting (dari penerimaan hingga perjalanan akhir produk yang sedang dipelajari. Rincian yang tersedia harus cukup rinci dan berguna untuk tahapan analisis potensi bahaya, namun harus ada kesetimbangan antara keinginan untuk mencantumkan terlalu banyak tahapan dan keinginan untuk menyederhanakan secara berlebihan sehingga rencana yang dihasilkan menjadi kurang akurat dan kurang dapat diandalkan.
2)        Penyiapan Skema Pabrik
Sebuah skema pabrik harus dibuat untuk menggambarkan aliran produk dan lalu lintas pekerja untuk memproduksi produk yang sedang dipelajari. Diagram tersebut harus berisi aliran seluruh bahan baku dan bahan pengemas mulai dari saat bahan-bahan tersebut diterima, disimpan, disiapkan, diolah  dikemas/digunakan untuk mengemas, disimpan kembali hingga didistribusikan. Diagram alir pekerja harus menggambarkan pergerekan pekerja di dalam pabrik termasuk ruang ganti, ruang cuci dan ruang makan siang. Lokasi tempat cuci tangan dan cuci kaki (jika ada) juga harus dicatat. Skema ini harus dapat membantu mengidentifikasi wilayah yang memungkinkan terjadinya kontaminasi silang di dalam proses
produksi.

Tahap 5. Konfirmasi Bagan Alir di Lapangan

Tim HACCP sebagai penyusun bagan alir harus mengkonfirmasikan operasional produksi dengan semua tahapan dan jam operasi serta bilamana perlu mengadakan perubahan bagan alir. Tujuannya adalah memvalidasi asumsi-asumsi yang dibuat berdasarkan tahapan-tahapan proses serta pergerakan produk dan pekerja di lokasi pengolahan pangan. Seluruh anggota tim HACCP harus dilibatkan. Proses verifikasi tahap ini harus diprioritaskan pada tinjauan tentang proses yang dilakukan di pabrik pada waktu-waktu yang berbeda pada saat operasi, termasuk pada shift yang berbeda (bila ada). Pada shift yang berbeda bisa terjadi perbedaan-perbedaan.
Selain itu, pada saat yang sama disarankan juga untuk :
·   Meninjau sistem pengawasan dan prosedur pencatatan (keberadaan, dan ketersediaannya untuk digunakan oleh petugas yang berwenang, pendistribusian kembali, peralatan yang digunakan. Kalibrasi peralatan untuk pengukuran, dan sebagainya).
·   Menguji bagaimana operator memahami dan menerapkan prosedur tertulis dan mengoperasikannya termasuk mengawasi dan melakukan prosedur penyimpanan catatan.
·   Meninjau penerapan program-program yang disyaratkan sebelumnya.

Tahap 6. Pencatatan semua bahaya potensial yang berkaitan dengan setiap tahapan, pengadaan suatu analisa bahaya dan menyarankan berbagai pengukuran untuk mengendalikan bahaya-bahaya yang teridentifikasi (lihat Prinsip 1)
Tim HACCP harus membuat daftar bahaya yang mungkin terdapat pada tiap tahapan dari produksi utama, pengolahan, manufaktur dan distribusihingga sampai pada titik konsumen saat konsumsi. Tim HACCP harus mengadakan analisis bahaya untuk mengidentifikasi program HACCP di mana bahaya yang terdapat secara alami, karena sifatnya mutlak harus ditiadakan atau dikurangi hingga batas-batas yang dapat diterima, sehingga produksi pangan tersebut dinyatakan aman. Dalam mengadakan analisis bahaya, apabila mungkin seyogyanya dicakup hal-hal sebagai berikut :
·   kemungkinan timbulnya bahaya dan pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan;
·   evaluasi secara kualitatif dan/atau kuantitatif dari keberadaan bahaya;
·   perkembangbiakan dan daya tahan hidup mikroorganisme mikroorganisme tertentu;
·   produksi terus menerus toksin-toksin pangan, unsur-unsur fisika dan kimia; dan
·   kondisi-kondisi yang memacu keadaan di atas.

Tahap 7. Penentuan TKK (CCP) (lihat Prinsip 2)
1)    Definisi CCP (Critical Control Point) atau titik pengendalian kritis didefinisikan sebagai :
“Sebuah tahapan di mana pengendalian dapat dilakukan dan sangat penting untuk mencegah atau menghilangkan potensi bahaya terhadap keamanan pangan atau menguranginya hingga ke tingkat yang dapat diterima.” Dengan kata lain : suatu CCP adalah suatu titik, prosedur atau tahapan di mana terlewatnya pengendalian dapat mengakibatkan resiko yang tidak dapat diterima terhadap keamanan produk. Dengan demikian CCP dapat dan harus diawasi. Hal ini, mengingat bahwa :
 “Jika suatu potensi bahaya telah diidentifikasi pada suatu tahapan di mana pengendalian diperlukan untuk menjamin keamanan produk, dan tidak ada upaya pengendalian lain yang ada pada tahapan ini, maka produk atau proses tersebut harus dimodifikasi pada tahapan tersebut atau pada tahap sebelum atau sesudahnya agar dapat dikendalikan.”
2)    Penentuan CCPs
Penentuan CCP dilandaskan pada penilaian tingkat keseriusan dan kecenderungan kemunculan potensi bahaya serta hal-hal yang dapat dilakukan untuk menghilangkan, mencegah atau mengurangi potensi bahaya pada suatu tahap pengolahan.
3)    Contoh Pohon Keputusan
Pohon keputusan adalah 4 pertanyaan yang disusun berturut-turut dan dirancang untuk menilai secara obyektif CCP mana yang diperlukan untuk mengendalikan potensi bahaya yang telah teridentifikasi. Cara penggunaan pohon keputusan serta pemahaman yang dibuat selama analisis harus dicatat dan didokumentasikan.



Tahap 8. Penentuan batas-batas kritis (critical limits) pada tiap TKK (CCP) (lihat Prinsip 3)
Suatu batas kritis didefinisikan sebagai : “Sebuah kriteria yang memisahkan konsentrasi yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima”. Batas-batas limit harus ditetapkan secara spesifik dan divalidasi apabila mungkin untuk setiap TKK. Dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan diuraikan pada suatu tahap khusus. Kriteria yang seringkali digunakan mencakup pengukuran-pengukuran terhadap suhu, waktu, tingkat kelembaban, pH, Aw, keberadaan chlorine, dan parameterparameter sensori seperti kenampakan visual dan tekstur. Semenjak dipublikasikan pohon keputusan oleh Codex, pohon keputusan tersebut telah diterapkan secara berulang kali untuk tujuan pelatihan. Dalam banyak hal, pohon keputusan telah dipergunakan untuk menjelaskan agar memahami dan diterima akal untuk keperluan menentukan CCP. Hal ini tidak spesifik untuk semua operasi pangan, sebagai contoh rumah potong hewan. Oleh karena itu harus dipergunakan yang berkaitan dengan perkiraan yang profesional serta memodifikasi beberapa kasus. Critis Limits (CLs)/(batas kritis) harus dispesifikasi dan divalidasi untuk masing-masing CCP.  Batas kritis bisa berupa serangkaian faktor seperti suhu, waktu (waktu minimum paparan), dimensi fisik produk, aktivitas air, kadar air, pH, klorin yang tersedia, dan sebaginya.

Tahap 9. Penyusunan sistem pemantauan untuk setiap TKK (CCP) (lihat Prinsip 4)
Pemantauan merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal dari TKK yang dibandingkan terhadap batas kritisnya. Prosedur pemantauan harus dapat menemukan kehilangan kendali ada TKK. Selanjutnya pemantauan seyogianya secara ideal memberi informasi yang tepat waktu untuk mengadakan penyesuaian untuk memastikan pengendalian proses, sehingga mencegah pelanggaran dari batas kritis. Di mana mungkin, penyesuaian proses harus dilaksanakan pada saat hasil pemantauan menunjukkan kecenderungan kearah kehilangan kendali pada suatu TKK. Penyesuaian seyogianya dilaksanakan sebelum terjadi penyimpangan. Data yang diperoleh dari pemantauan harus dinilai oleh orang yang diberi tugas, berpengetahuan dan berwewenang untruk melaksanakan tindakan perbaikan yang diperlukan. Apabila pemantauan tidak berkesinambungan, maka jumlah atau frekuensi pemantauan harus cukup untuk menjamin agar TKK terkendali. Sebagian besar prosedur pemantauan untuk TKK perlu dilaksanakan secara cepat, karena berhubungan dengan proses yang berjalan dan tidak tersedia waktu lama untuk melaksanakan pengujian analitis. "Pemantauan adalah pengukuran atau pengawasan yang terjadwal dari suatu CCP relatif dengan batas kritisnya.”
·     Sistem pengawasan harus mampu mendeteksi seluruh penyimpangan dari pengendalian.
·     Pengawasan idealnya harus dapat memberikan informasi ini tepat pada waktunya agar dapat dilakukan penyesuaian yang perlu serta tindakan perbaikan bila mana perlu.
·     Jika mungkin, penyesuaian proses harus dapat dibuat ketika proses pengawasan menunjukkan suatu trend yang mengarah pada hilangnya pengenadalian pada titik-titik kritis, Penyesuaian harus diambil sebelum terjadi penyimpangan.
·     Data yang dihasilkan dari pengawasan harus diterjemahkan dalam dokumentasi tertutulis dan dievaluasi oleh orang yang berwenang dan memiliki pengetahuan serta kekuasan untuk melakukan tindakan perbaikan bilamana perlu.
·     Jika pengawasan tidak dilakukan terus menerus, maka jumlah atau frekuensi pengawasan harus cukup untuk menjamin bahwa CCP masih di bawah kendali
·     Semua catatan dan dokumen yang berhubungan dengan pengawasan CCP harus ditandatangani oleh orang yang melakukan  pengawasan dan oleh petugas peninjau yang bertanggung jawab dalam perusahaan tersebut.

Tahap 10. Penetapan tindakan perbaikan (lihat Prinsip 5)
Tindakan perbaikan dapat didefinisikan sebagai “Semua tindakan yang harus diambil ketika hasil pengawasan pada CCP menunjukkan kegagalan pengendalian.” Tindakan perbaikan yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap TKK dalam sistem HACCP agar dapat menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan-tindakan harus memastikan bahwa CCP telah berada di bawah kendali. Tindakan-tindakan harus mencakup disposisi yang tepat dari produk yang terpengaruh. Penyimpangan dan prosedur disposisi produk harus didokumentasikan dalam catatan HACCP. Tindakan perbaikan tertentu harus dikembangkan untuk masing-maisng CCP dalam sistem HACCP agar dapat mengatasi penyimpangan bilamana ada. Tindakan-tindakan ini harus dapat menjamin bahwa CCP telah dikendalikan. Tindakan-tindakan yang dilakukan juga harus melibatkan penyingkiran produk. Penyimpangan dan prosedur pembuangan produk harus didokumentasikan dalam sistem pencatatan HACCP. Tahapan yang dibuat harus memungkinkan pendefinisian tindakan yang harus diambil ketika sistem pengawsan menunjukkan bahwa terjadi pelalaian pelanggaran pengendalian pada suatu CCP. Catatan yang dibuat harus berisi :
·     Sifat penyimpangan
·     Penyebab penyimpangan
·     Tindakan perbaikan yang dilakukan
·     Orang yang bertanggung jawab terhadap tindakan perbaikan
·     Tindakan lain yang dicapai

Tahap 11. Penetapan prosedur verifikasi (lihat Prinsip 6)
Penetapan prosedur verifikasi, metoda audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian, termasuk pengambilan contoh secara acak dan analisa, dapat dipergunakan untuk menentukan apakah sistem HACCP bekerja secara benar. Frekuensi verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan bahwa
sistem HACCP bekerja secara efektif. Contoh kegiatan verifikasi mencakup
·     Peninjauan kembali sistem HACCP dan catatannya
·     Peninjauan kembali penyimpangan dan disposisi produk
·     Mengkonfirmasi apakah TKK dalam kendali

Tahap 12. Penetapan dokumentasi dan pencatatan (lihat Prinsip 7)
Pencatatan dan pembukuan yang efisien serta akurat adalah penting  dalam penerapan sistem HACCP. Prosedur harus didokumentasikan. Dokumentasi dan pencatatan harus cukup memadai sesuai sifat dan besarnya operasi. Prosedur HACCP harus didokumentasikan dan harus sesuai dengan sifat dan ukuran operasi. Sistem pendokumentasian yang praktis dan tepat sangatlah penting untuk aplikasi yang efeisien dan penerapan sistem HACCP yang efektif.
Ada 3 hal yang termasuk dalam dokumen :
·     Semua studi tentang dokumen HACCP yang berisi rincian tentang pertimbangan ilmiah CCP (titik-titik pengendalian kritis), batas kritis, sistem pengawasan dan tindakan perbaikan.
·     Dokumentasi tentang sistem : prosedur, cara operasi, instruksi kerja yang mengacu pada setiap titik dalam metode tersebut. Dokumen-dokumen ini menyusun rencana HACCP.
·     Penyimpanan catatan (studi laporan HACCP, hasil penerapan sistem, pengambilan keputusan) sehingga dapat menggambarkan penerapan permanen sistem HACCP.

TUGAS ANDA
ADA DALAM VIDIO
BERIKUT INI











Tidak ada komentar:

Posting Komentar